Di tengah maraknya berita tentang bullying, muncul kekhawatiran baru ketika kasus-kasus ini terjadi di pesantren—tempat yang selama ini dipercaya oleh para orang tua untuk membentuk karakter mulia anak-anak mereka. Sebagai lembaga pendidikan agama, pesantren telah mengemban amanah besar dalam mendidik, mencetak generasi berakhlak, dan memupuk iman. Namun, kita juga harus menyadari bahwa bullying bukan hanya persoalan lembaga. Ini adalah tanggung jawab bersama antara pesantren, orang tua, dan masyarakat.
Di pesantren, para santri menghabiskan waktu yang sangat intens, hidup berdampingan, dan belajar bersama setiap hari. Dalam lingkungan seperti ini, gesekan kecil tentu tak bisa dihindari. Namun, ketika gesekan itu berubah menjadi tindakan yang mengintimidasi, mengancam, atau merusak mental dan fisik santri lain, ini adalah sinyal bahwa pencegahan dan penanganan bullying perlu dilakukan bersama-sama.
Orang tua yang telah mempercayakan pendidikan anak-anak mereka di pesantren tentu memiliki harapan agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik dan berakhlak. Meski pesantren berperan penting dalam membentuk karakter, dukungan dan motivasi orang tua adalah hal yang sangat diperlukan untuk menguatkan mental dan karakter anak. Ketika orang tua aktif terlibat, berkomunikasi, dan memotivasi anak selama masa pendidikan mereka, terutama di lingkungan seperti pesantren, hal itu bisa menjadi faktor penguat bagi anak dalam menghadapi tantangan dan gesekan sosial sehari-hari, memperkokoh mental mereka dalam meraih cita-cita.
Banyak orang tua mungkin berpikir bahwa lingkungan pesantren seharusnya sepenuhnya aman, namun pada kenyataannya, bullying bisa terjadi di mana saja dan melibatkan banyak faktor. Dukungan orang tua dari rumah akan menjadi fondasi yang kokoh bagi anak-anak untuk berinteraksi positif di lingkungan manapun mereka berada.
Kita sering mendengar kritik tajam terhadap pesantren atau sekolah ketika terjadi bullying. Namun, penting untuk diingat bahwa institusi pendidikan, sebaik apapun pengawasan yang dilakukan, memiliki keterbatasan. Di sini, peran aktif orang tua menjadi sangat penting dalam membangun karakter anak yang kuat. Pendidikan yang dimulai dari rumah, terutama nilai empati, kasih sayang, dan pengendalian diri, akan sangat membantu anak-anak membangun interaksi positif di lingkungan manapun mereka berada.
Kehadiran dan dukungan orang tua selama anak-anak menjalani pendidikan di pesantren sangatlah berpengaruh. Setiap kunjungan atau komunikasi orang tua bisa menjadi kesempatan untuk memberikan motivasi, dukungan moral, dan perhatian yang sangat diperlukan oleh anak-anak. Dengan berdialog terbuka, memberi perhatian, dan menumbuhkan kepercayaan diri pada anak, orang tua membantu mereka mengatasi tekanan dan tantangan yang mungkin mereka hadapi di lingkungan pesantren. Dalam kondisi yang penuh dukungan ini, anak-anak akan lebih siap menghadapi gesekan sosial dan lebih kuat untuk berdiri teguh tanpa merasa terancam.
Jika kita bersama-sama—lembaga, orang tua, dan masyarakat—berkomitmen untuk mencegah bullying, maka pesantren dan lembaga pendidikan lainnya bisa menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi anak-anak kita. Tidak ada jalan lain selain sinergi dan kerjasama, karena bullying adalah ancaman nyata yang dampaknya bisa berlanjut hingga masa dewasa. Mari kita semua bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik, bebas dari bullying, dan penuh kasih sayang.
Dengan semangat kebersamaan ini, kita berharap lingkungan pesantren menjadi tempat yang aman, nyaman, dan mendukung, di mana santri bisa tumbuh tanpa rasa takut atau terancam. Mari kita wujudkan pesantren yang bebas dari bullying, penuh kasih sayang, dan kuat dalam persatuan untuk melindungi generasi penerus kita. “Bullying itu menyakitkan. Bersama kita cegah, bersama kita tangani.”
Oleh : Ahmad Ramdhan